Pemalsuan Itu Jahat, Jangan Ditiru!

Oleh Widyaretna Buenastuti Lead Advisor Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan Permasalahan pemberantasan pemalsuan dan pembajakan barang tidak hanya menjadi permasalahan penegakan hukum kekayaan intelektual semata. Ada aspek keselamatan konsumen dan reputasi pemegang merek yang mengancam dan semakin tergerus dengan adanya barang-barang palsu beredar di tengah masyarakat. Di acara Seminar Anti Counterfeiting and Piracy yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama Japan Indonesia Cooperation Agency (JICA) dan Japan External Trade Organization (JETRO) bertempat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada hari Kamis, 27 Februari 2020, hal ini terkemuka. Dalam seminar ini dihadirkan contoh produk raket bulu tangkis merek Yonex dan alat tulis bulpen merek Standardpen yang berbagi cerita tentang dampak pemalsuan. Nara sumber dari Yonex mengatakan bahwa kecepatan suatu pukulan smash menggunakan Yonex bisa sampai 463km. Terbayang betapa kencangnya energi yang dikeluarkan oleh seorang pemain bulu tangkis dan bagaimana teknologi di balik pembuatan raket bulu tangkis yang serius dipikirkan oleh produsen asli raket bulu tangkis agar tidak membahayakan pemainnya. Besarnya energi dan kecepatan dari satu pukulan smash tersebut dapat saja mengakibatkan cedera apabila kekuatan dari raket bulu tangkis tidak dipikirkan secara seksama. Raket palsu yang mengatasnamakan merek Yonex bisa saja di bandrol dengan harga yang lebih murah dari yang asli. Namun, konsumen pun mendapatkan suatu barang yang dibuat dari suatu itikad tidak baik dan tidak pedulinya sang pemalsu tersebut terhadap keselamatan dari si pemain. Orientasi yang diutamakan dengan menjual barang yang palsu hanyalah keuntungan ekonomi semata dengan mendompleng ketenaran merek yang asli. Orientasi keuntungan ekonomi dari pemalsu ini pun juga di utarakan oleh Bapak Susanto sebagai produsen alat tulis bolpen dengan merek Standardpen yang sudah berdiri sejak tahun 1971. Sebuah produk dalam negeri yang dibangun dari perusahaan keluarga ini, harus menerima kenyataan banyaknya bulpen Standardpen palsu ditemukan di pasaran seiring dengan semakin larisnya penjualan Standard pen asli. Produk yang sangat merakyat ini dengan harga sekitar Rp.2000 satu bolpennya tetap saja menjadi incaran para pemalsu, karena sangat laris. Pemalsuan standardpen disinyalir mulai merebak sejak tahun 2005. Reputasi menjadi terancam karena dengan terbukanya ranah sosial media, masyarakat dengan mudah memposting kekecewaannya terhadap penggunaan barang. Bapak Susanto dalam pemaparannya berbagi postingan di IG dari seorang konsumen yang kecewa karena bullpen yang di pakainya selalu tersendat-sendat tidak keluar tintanya. Kekecewaan seorang konsumen terhadap suatu produk, pasti akan berdampak pada tergerusnya reputasi merek. Tetapi dampak psikologis dari kekecewaan konsumen yang tidak bisa menggunakan suatu produk karena suatu kecacatan yang tidak di buat oleh produsen asli merupakan kehilangan yang sangat besar yang tidak dapat di nilai dengan materi. Suatu bisnis keluarga yang di bangun penuh dengan dedikasi dan kerja keras, menderita karena pelaku-pelaku pemalsuan yang hanya ingin mendompleng “ketenaran” merek demi keuntungan ekonomi semata. Dua produk yang di hadirkan dalam seminar ini merupakan contoh bahwa dampak pemalsuan tidak hanya berdampak kepada kerugian perusahaan semata tetapi juga keselamatan dari konsumen dan kekecewaan psikologis dari konsumen yang tidak bisa di nilai dengan hitungan materi. Pemalsuan itu jahat. Para pemalsu tidak memikirkan keselamatan konsumen, kesehatan konsumen atau psikologis kenyamanan kita menggunakan produk-produk dengan produktif. Pemalsu hanya ingin memperkaya diri mereka sendiri melalui jalan yang tidak baik. Cara terbaik agar pemalsuan itu tidak merebak, mulailah dari diri sendiri. Membeli jangan hanya mencari harga murah dan belilah dari penjual yang bisa dipercaya. Agar hak-hak hukum sebagai konsumen kita pun terlindungi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (03/2020)