Diskusi: “Kiat Memerangi Kegiatan Impor Barang – Barang Palsu Masuk ke Wilayah Indonesia”
MasyarakatIndonesia Anti Pemalsuan (MIAP) sebagai asosiasi yang bertujuan meminimalisirpemalsuan di Indonesia menyelenggarakan Ramadhan Gathering 2009 dengan diisikegiatan Diskusi yang bertajuk "KiatMemerangi Kegiatan Impor Barang – Barang Palsu Masuk ke Wilayah Indonesia". Bertindak sebagai nara sumber adalah Kepala Bidang Penyidikan dan Penindakan Ditjen Bea Cukai KPU TanjungPriok, Bonar Lumbanraja dan moderator Sekretaris Jenderal MIAP, Justisiari P.Kusumah.
Direktorat Jenderal BeaCukai sebagai border enforcement
Direktorat Jenderal Bea Cukai dalam perannya sebagai border enforcement dipintu masuk/keluar barang berupa penangguhan barang impor/ekspor berupaya untukefektif dalam membantu memberikan perlindungan dan penegakan hukum di bidangHak Kekayaan Intelektualitas (HKI). "Direktorat Jendral Bea Cukai sebagaisalah satu instansi yang concern dengan permasalahan pemalsuan HKI telahmelakukan berbagai tindakan yang berhubungan dengan pengawasan HKI, antarapenangguhan pengeluaran produk palsuberupa jutaan keping CD , VCD, dan DVDantara tahun 2004-2007, serta produk lain termasuk kosmetika, rokok, perangkatelektronik, dan lain-lain," papar Lumbanraja.
Prinsip-prinsip pokokpenegakan hukum yang dapat dilaksanakan oleh petugas Ditjen Bea dan Cukai(DJBC) di Bidang HKI
Bahwa penegakan hukum di bidang HKI oleh DJBC bersifat terbatas yaitu hanya semata-mata "penangguhan untuk sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean" (Pasal 54) atau "suspension of release by customs authorities" (article 51 Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights – TRIPs).
Batas waktu penangguhan tidak boleh lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja yang dapat diperpanjang lagi satu kali untuk paling lama (sepuluh) hari kerja dengan syarat yang ketat untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan hak untuk meminta penangguhan (Pasal 57) atau "duration of suspension" (article 55 TRIPs).
Penangguhan tersebut dapat dilakukan oleh petugas bea dan cukai setelah menerima surat perintah tertulis dari Ketua Pengadilan Niaga (Pasal 54).
Barang atau produk HKI yang dapat dilakukan "penangguhan pengeluarannya" oleh pejabat Bea dan Cukai hanya terbatas hak atas merek dan hak cipta (Pasal 54).
Penegakan hukum oleh patugas Bea dan Cukai juga dapat diterapkan dengan dengan jalan ex-officio action atau tindakan karena jabatan (Pasal 62).
Bea Cukai bertindak dibawah UU Kepabeanan (UU No 17 tahun 2006), tetapitidak bisa bertindak terlalu jauh atau sekedar berperan sebagai administratorsemata. Dalam hal ini, perkara pemalsuan hanya bisa diusut jika ada laporanresmi atau aduan dari masyarakat. Tanpa adanya laporan resmi, Bea Cukai tidak bisamelakukan lebih dari menangguhkan barang yang ditenggarai palsu tersebut selama10 hari atau maksimal 20 hari (dengan adanya surat Pengadilan Niaga). Setelahitu, jika memang pemilik barang ternyata sudah memenuhi semua persyaratandokumen dan tidak ada pengaduan maka bea cukai terpaksa melepas barangtersebut.
Oleh karena itu, dalam upaya pemberantasan praktek pemalsuan di Indonesia,Bea Cukai tidak bisa sendirian melainkan membutuhkan kerjasama dengan instansilainnya.
Kendala yang dihadapi
Masih banyak kendala yang dihadapi oleh Direktorat Jendral Bea Cukai dalammenangani permasalahan HKI, dimana yang paling utama dan paling tinggiurgensinya adalah belum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentangtatacara pengawasan HKI sebagai aturan pelaksanaan UU No 17 tahun 2006 tentangPerubahan atas UU No 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan pasal 24. Lumbanrajamenyampaikan, "Disamping belum dikeluarkannya PP tersebut, juga belum adaketentuan yang jelas tentang hukum acara di Pengadilan Niaga bagi para pelaporatau pemegang HKI, serta masih kurang proaktifnya pemegang HKI dalam mendukungpelaksanaan tugas bea cukai untuk pengawasan importasi maupun eksportasi barang-barang yang didugamelanggar HKI."
Hambatan lainnya adalah pihak pemegang HKI masih kurang proaktif didalammendukung pelaksanaan tugas bea dancukai dalam hal pengawasan importasi maupun eksportasi barang-barang yangdiduga melanggar HKI. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih jarangnya laporanataupun penindakan suatu kasus pelanggaran HKI yang berasal dari permintaanpemegang HKI.
Peran/keterlibatanpemegang merek dalam pemeriksaan barang palsu
Sesuai dengan Undang Undang No. 17 tahun 2006 pemilik merek memiliki hakuntuk memeriksa barang asalkan ada surat perintah dari Pengadilan Niaga Pusatdan didampingi oleh petugas Bea Cukai. Apabila memang dipastikan palsu, makaBea Cukai dapat menangguhkan barang tersebut (sesuai dengan paparan sebelumnya,butir: Prinsip-Prinsip Pokok Penegakan Hukum yang Dapat Dilaksanakan olehPetugas DJBC di Bidang HKI).Namun, jika meminta Bea Cukai agar tidak sekedarmenangguhkan barang palsu tersebut, maka hal tersebut tidak memungkinkan;sesuai yang disampaikan oleh Bonar Lumbanraja,"Bea cukai hanyalah sebagaitata usaha negara yang bertindak dibawah UU Kepabeanan sehingga tidak memilikikekuasaan untuk menyidik atas kasus merek dan hak cipta".
Project "IndonesiaNational Single Window"
Menyangkutmasalah Project "Indonesia National Single Window" (catatan: suatusistem layanan publik terintegrasi yang menyediakan fasilitas pengajuan,pertukaran dan pemrosesan informasi standar secara elektronik, gunamenyelesaikan semua proses kegiatan dalam penanganan lalu lintas barang ekspordan impor) tujuannya adalah untuk meningkatkan daya saing perekonomiannasional, termasuk untuk upaya proteksi HKI di Indonesia), menurut Bapak Bonar,kehadiran project tersebut justru menyulitkan, karena susah sekali untukintervensi ke dalam sistem. Oleh karena itu, kerjasama dengan intelijen danpemegang merek adalah hal yang penting untuk diimplementasikan.
Peran MIAP dalammemerangi barang palsu di pasar Indonesia
Memahami adanya kendala – kendala tersebut, Ketua Umum MIAP WidyaretnaBuenastuti mengungkapkan bahwa MIAP siap untuk membantu terciptanya kerjasamayang lebih formal antara Direktorat Jenderal Bea Cukai dengan perusahaanpemegang HKI guna memerangi masalah ini. "MIAP sepakat bahwa yang palingurgen saat ini adalah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentang carapengawasan HKI. MIAP siap untuk menjadi mitra kerja pemerintah di lapangan,termasuk memberikan masukan materi PP, apabila memang dibutuhkan,"demikian Widyaretna. Selain siap untuk bekerjasama di bagian hulu dalam hal penyusunan PeraturanPemerintah, di bagian hilirpun, yakni di masyarakat, MIAP siap denganprogram-program edukasi kepada masyarakat agar selalu menggunakan produk asli.